NAMA KELOMPOK:
1.
FANY FEBRIYANTI (13213211)
2.
FUSI WINDI HAQIMA (13213604)
3.
NOVICA RATNASARI (16213550)
4.
SYFA DEWI AMALIA (18213755)
MATA KULIAH: ETIKA
BISNIS
BAB IV
NORMA DAN ETIKA DALAM PEMASARAN,
PRODUKSI , MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA DAN FINANSIAL
1.
Pasar dan Perlindungan Konsumen
Dalam pendekatan pasar, terhadap perlindungan konsumen
, keamanan konsumen dilihat sebagai produk yang paling efisien bila disediakan
melalui mekanisme pasar bebas di mana penjual memberikan tanggapan terhadap
permintaan konsumen. (Velazquez,2005: 317) . Dalam teori, konsumen yang
menginginkan informasi bisa mencarinya di organisasi-organisasi seperti
consumers union, yang berbisnis memperoleh dan menjual informasi. Dengan kata
lain, mekanisme pasar perlu menciptakan pasar informasi konsumen jika itu yang
diinginkan konsumen.( Velazquez,2005: 319).
Adapun kewajiban konsumen untuk melindungi
kepentingannya ataupun produsen yang melindungi kepentingan konsumen, sejumlah
teori berbeda tentang tugas etis produsen telah dikembangkan , masing- masing
menekankan keseimbangan yang berbeda antara kewajiban konsumen pada diri mereka
sendiri dengan kewajiban produsen pada konsumen meliputi pandangan kontrak,
pandangan “ due care” dan pandangan biaya sosial.
- Pandangan kontrak kewajiban produsen terhadap
konsumen
Menurut pandangan kontrak tentang tugas usaha bisnis
terhadap konsumen, hubungan antara perusahaan dengan konsumen pada dasarnya
merupakan hubungan kontraktual, dan kewajiban moral perusahaan pada konsumen
adalah seperti yang diberikan dalam hubungan kontraktual. Pandangan ini
menyebutkan bahwa saat konsumen membeli sebuah produk, konsumen secara sukarela
menyetujui “ kontrak penjualan” dengan perusahaan. Pihak perusahaan secara
sukarela dan sadar setuju untuk memberikan sebuah produk pada konsumen dengan
karakteristik tertentu, dan konsumen juga dengan sukarela dan sadar setuju
membayar sejumlah uang pada perusahaan untuk produk tersebut. Karena telah
sukarela menyetujui perjanjian tersebut, pihak perusahaan berkewajiban memberikan
produk sesuai dengan karakteristik yang dimaksud. Teori kontrak tentang tugas
perusahaan kepada konsumen didasarkan pada pandangan bahwa kontrak adalah
sebuah perjanjian bebas yang mewajibkan pihak-pihak terkait untuk melaksanakan
isi persetujuan. Teori ini memberikan gambaran bahwa perusahaan memiliki empat
kewajiban moral utama: kewajiban dasar untuk mematuhi isi perjanjian penjualan,
dan kewajiban untuk memahami sifat produk , menghindari misrepesentasi, dan
menghindari penggunaan paksaan atau pengaruh . Dengan bertindak sesuai
kewajiban-kewajiban tersebut,perusahaan berartim menghormati hak konsumen
untuk diperlakukan sebagai individu yang bebas dan sederajat atau dengan kata
lain,sesuai dengan hak mereka untuk memperoleh perlakuan yang mereka setuju untuk
dikenakan pada mereka. (Velazquez,2005: 321-323). Meskipun demikian, teori
kontraktual mempunyai kelemahan diantaranya. Pertama, teori ini secara tidak
realistis mengasumsikan bahwa perusahaan melakukan perjanjian secara langsung
dengan konsumen. Kedua, teori ini difokuskan pada fakta bahwa sebuah kontrak
sama dengan bermata dua. Jika konsumen dengan sukarela setuju untuk membeli
sebuah produk dengan kualitas- kualitas tertentu , maka dia bisa setuju untuk
membeli sebuah produk tanpa kualitas-kualitas tersebut. Atau dengan kata lain,
kebebasan kontrak memungkinkan perusahaan dibebaskan dari kewajiban kontrak
dengan secara eksplisit menyangkal bahwa produk yang dijual bisa
diandalkan,bisa diperbaiki, aman dan sebagainya.
Jadi, teori kontrak ini mengimplikasikan bahwa jika
konsumen memiliki banyak kesempatan untuk memeriksa produk, beserta pernyataan
penolakan jaminan dan dengan sukarela menyetujuinya, maka diasumsikan
bertanggungjawab atas cacat atau kerusakan yang disebutkan dalam pernyataan
penolakan, serta semua karusakan yang mungkin terlewati saat memeriksanya.
Ketiga, asumsi penjual dan pembeli adalah sama dalam perjanjian penjualan.
Kedua belah pihak harus mengetahui apa yang mereka lakukan dan tidak ada yang
memaksa . Kenyataanya, pembeli dan penjual tidak sejajar/ setara seperti yang
diasumsikan .Seorang konsumen yang harus membeli ratusan jenis komoditas tidak
bisa berharap mengetahui segala sesuatu tentang semua produk tersebut seperti
produsen yang khusus memproduksi produk. Konsumen tidak memiliki keahlian
ataupun waktu untuk memperoleh dan memproses informasi untuk dipakai sebagai
dasar membuat keputusan.
- Teori Due care
Teori ini menerangkan tentang kewajiban perusahaan
terhadap konsumen didasarkan pada gagasan bahwa pembeli dan konsumen tidak
saling sejajar dan bahwa kepentingan-kepentingan konsumen sangat rentan
terhadap tujuan-tujuan perusahaan yang dalam hal ini memiliki pengetahuan dan
keahlian yang tidak dimiliki konsumen. Karena produsen berada dalam posisi yang
lebih menguntungkan, mereka berkewajiban untuk menjamin bahwa kepentingan
–kepentingan konsumen tidak dirugikan oleh produk yang mereka tawarkan.
Pandangan due care ini juga menyatakan bahwa konsumen harus bergantung pada
keahlian produsen, maka produsen tidak hanya berkewajiban untuk memberikan
produk yang sesuai klaim yang dibuatnya, namun juga wajib berhati-hati untuk
mencegah agar orang lain tidak terluka oleh produk tersebut sekalipun
perusahaan secara eksplisit menolak pertanggungjawaban ini bila mereka gagal
memberikan perhatian yang seharusnya bisa dilakukan dan perlu dilakukan untuk
mencegah agar oranglain tidak dirugikan oleh penggunaan suatu
produk(Velazquez,2005: 330) . Adapun kelemahan yang didapat
dari teori ini adalah tidak adanya metode yang jelas untuk menentukan kapan
seseorang atau produsen telah memberikan perhatian yang memadai. Kemudian,
asumsi bahwa produsen mampu menemukan resiko – resiko yang muncul dalam
penggunaan sebuah produk sebelum konsumen membeli dan menggunakannya. Pada
kenyataannya ,dalam masyarakat dengan inovasi teknologi yang tinggi,
produk-produk baru yang kerusakannya tidak bisa dideteksi sebelum dipakai
selama beberapa tahun dan akan terus disalurkan ke pasar. Ketiga, teori ini
terlihat paternalistik , yang menggambarkan bahwa produsen adalah pihak yang
mengambil keputusan –keputusan penting bagi konsumen , setidaknya dalm
kaitannya dengan tingkat resiko yang layak diterima konsumen. (Velazquez,2005:
334).
- Pandangan teori biaya sosial
Teori ini menegaskan bahwa produsen bertanggungjawab
atas semua kekurangan produk dan setiap kekurangan yang dialami konsumen dalam
memakai poroduk tersebut. Teori ini merupakan versi yang paling ekstrem dari
semboyan “ caveat venditor” (hendaknya si penjual berhati- hati). Walaupun
teori ini menguntungkan untuk konsumen, rupanya sulit mempertahankannya juga.
Kritik yang dapat diungkapkannya sebagai berikut:
- Teori biaya sosial tampaknya kurang adil, karena
menganggap orang bertanggungjawab atas hal – hal yang tidak diketahui atau
tidak bisa dihindarkan
- Membawa kerugian ekonomis, bila teori ini
dipraktekkan , maka produsen terpaksa harus mengambil asuransi terhadap
kerugian dan biaya asuransi itu bisa menjadi begitu tinggi, sehingga tidak
terpikul lagi oleh banyak perusahaan. (Bertens, 2000: 238-239).
Ada juga tanggung jawab bisnis lainnya terhadap
konsumen, yaitu ;
- Kualitas produk
Dengan kualitas produk disini dimaksudkan bahwa produk
sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh produsen (melalui iklan atau informasi
lainnya) dan apa yang secara wajar boleh diharapkan oleh konsumen. Konsumen
berhak atas produk yang berkualitas , karena ia membayar untuk itu. Dan bisnis
berkewajiban untuk menyampaikan produk yang berkualitas, misalnya produk yang
tidak kadaluwarsa( bila ada batas waktu seperti obat-obatan atau makanan).
(Bertens, 2000: 240)
- Harga
Harga yang adil merupakan sebuah topik etika yang
sudah tua. Mulai dari zaman Aristoteles dan pemikirannya sampai abad
pertengahan. Di zaman modern , struktur ekonomi tentu menjadi lebih kompleks.
Karena itu, masalah harga pun menjadi suatu kenyataan ekonomis sangat kompleks
yang ditentukan oleh banyak faktor sekaligus, namun masalah ini tetap diakui
mempunyai implikasi etis yang penting. Harga merupakan buah hasil perhitungan
faktor-faktor seperti biaya produksi, biaya investasi, promosi, pajak, ditambah
tentu laba yang wajar. Dalam sistem ekonomi pasar bebas, sepintas lalu rupanya
harga yang adil adalah hasil akhir dari perkembangan daya-daya pasar . Kesan
spontan adalah bahwa harga yang adil dihasilkan oleh tawar- menawar sebagaimana
dilakukan di pasar tradisional, dimana si pembeli sampai pada maksimum harga
yang mau ia pasang. Transaksi terjadi, bila maksimum dan minimum itu bertemu.
Dalam hal ini mereka tentu dipengaruhi oleh para pembeli dan penjual lain di
pasar dan harga yang mau mereka bayar atau pasang . Jika penjual lain
menawarkan barangnya dengan harga lebih murah, tentu saja para pembeli akan
pindah ke tempat itu. Harga bisa dianggap adil karena disetujui oleh semua
pihak yang terlibat dalam proses pembentukannya (Bertens, 2000: 242)
- Pengemasan dan pemberian label
Pengemasan produk dan label yang ditempelkan pada
produk merupakan aspek bisnis yang semakin penting. Selain bertujuan melindungi
produk dan memungkinkan mempergunakan produk dengan mudah, kemasan berfungsi
juga untuk mempromosikan produk, terutama di era toko swalayan sekarang.
Pengemasan dan label dapat menimbulkan juga masalah etis. Tuntutan etis yang
pertama ialah informasi yang disebut pada kemasan benar . Kemudian tuntutan
lain yang diperoleh dari pengemasan ini adalah tidak boleh menyesatkan
konsumen. (Bertens, 2000: 245-246)
2.
Etika Dalam Periklanan
Secara sederhana, etika adalah suatu suatu cabang ilmu
filsafat yang mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan moral.
Etika berisi prinsip-prinsip moralitas dasar yang akan
mengarahkan perilaku manusia
Definisi iklan:
Pesan komunikasi pemasaran atau komunikasi publik
tentang sesuatu produk yang disampaikan melalui sesuatu media, dibiayai oleh
pemrakarsa yang dikenal serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat
Definisi periklanan adalah seluruh proses yang
meliputi penyiapan, perencanaan, penyampaian dan umpan balik dari pesan
komunikasi pemasaran
(Dikutip dari: Etika Pariwara Indonesia, cetakan 3,
2007)
Periklanan atau reklame adalah bagian tak terpisahkan
dari bisnis modern. Iklan dianggap sebagai cara ampuh untuk menonjol dalam
persaingan. Dalam perkembangan periklanan, media komunikasi modern : media
cetak maupun elektronis, khususnya televisi memegang peranan dominan. Fenomena
periklanan ini menimbulkan perbagai masalah yang berbeda.
Periklanan dilatar belakangi suatu ideologi
tersembunyi yang tidak sehat, yaitu ideologi konsumerisme atau apapun nama yang
ingin kita pilih untuk itu. Ada dua persoalan etis yang terkait dalam hal
periklanan. Yang pertama menyangkut kebenaran dalam iklan. Mengatakan yang
benar merupakan salah satu kewajiban etis yang penting. Persoalan etis yang
kedua adalah memanipulasi public yang menurut banyak pengamat berulang kali
dilakukan melalui upaya periklanan.
3.
Privasi Konsumen
Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan
yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. tingkatan
privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu
adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin
menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain. adapun definisi
lain dari privasi yaitu sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi,
kemampuan untuk memperoleh pilihan pilihan atau kemampuan untuk mencapai
interaksi seperti yang diinginkan. privasi jangan dipandang hanya sebagai
penarikan diri seseorang secara fisik terhadap pihak pihak lain dalam rangka
menyepi saja.
4.
Etika Produksi
Etika Produksi adalah seperangkat prinsip-prinsip dan
nilai-nilai yang menegaskan tentang benar dan salahnya hal hal yang dikukan
dalam proses produksi atau dalam proses penambahan nilai guna barang.
Pentingnya Etika Produksi
Dalam proses produksi, subuah produsen pada hakikatnya
tentu akan selalu berusaha untuk menekan biaya produksi dan berusaha untuk
mendapatkan laba sebanyak banyaknya. Dalam upaya produsen untuk memperoleh
keuntungan, pasti mereka akan melakukan banyak hal untuk memperolehnya.
Termasuk mereka bisa melakukan hal hal yang mengancam keselamataan konsumen.
Padahal konsumen dan produsen bekerjasama. Tanpa konsumen, produsen tidak akan
berdaya. Seharunyalah produsen memeberi perhatian dan menjaga konsumen sebagai tanda
terima kasih telah membeli barang atau menggunakan jasa yang mereka tawarkan.
Namun banyak produsen yang tidak menjalankan hal ini. Produsen lebih
mementingkan laba. Seperti banyaknya kasus kasus yang akhirnya mengancam
keselamatan konsumen karena dalam memproduksi, produsen tidak memperhatikan hal
hal buruk yang mungkin terjadi pada konsumen. Bahkan, konsumen ditipu, konsumen
ditawarkan hal-hal yang mereka butuhkan, tapi pada kenyataannya, mereka tidak
mendapat apa yang mereka butuhkan mereka tidak memperoleh sesuai dengan apa
yang ditawarkan.
Etika manajemen sumber daya manusia
‘Manajemen SDM’ menempati ruang kegiatan seleksi
rekrutmen, orientasi, penilaian kinerja, pelatihan dan pengembangan, hubungan
industrial dan kesehatan dan isu keamanan di mana etika benar-benar penting.
Bidang sejak beroperasi dikelilingi oleh kepentingan pasar yang commodify dan
instrumentalize segalanya demi keuntungan diklaim atas nama pemegang saham,
harus diprediksi bahwa akan ada klaim peserta etik SDM ditebak,. Etika manajemen
sumber daya manusia sebuah dataran diperebutkan seperti lainnya sub-bidang
etika bisnis. Ahli etika bisnis berbeda dalam orientasi mereka terhadap etika
kerja. Satu kelompok ahli etika dipengaruhi oleh logika neoliberalisme
mengusulkan bahwa tidak ada etika di luar pemanfaatan sumber daya manusia
terhadap laba keuntungan yang lebih tinggi bagi para pemegang saham. Orientasi
neoliberal adalah ditantang oleh argumen bahwa kesejahteraan tenaga kerja tidak
kedua tujuan pemegang saham mencari keuntungan Beberapa orang lain melihat
etika manajemen sumber daya manusia sebagai wacana menuju tempat kerja yang
egaliter dan martabat tenaga kerja.
Diskusi mengenai isu-isu etis yang mungkin timbul
dalam hubungan kerja, termasuk etika diskriminasi, dan hak-hak karyawan dan
tugas yang sering terlihat dalam teks-teks etika bisnis Sementara beberapa
berpendapat bahwa ada hak-hak asasi tertentu seperti tempat kerja. hak untuk
bekerja, hak atas privasi, hak yang harus dibayar sesuai dengan nilai yang
sebanding, hak untuk tidak menjadi korban diskriminasi, yang lain mengklaim
bahwa hak tersebut dapat dinegosiasikan. wacana etis di HRM sering mengurangi
perilaku etika perusahaan seolah-olah mereka amal dari perusahaan daripada
hak-hak karyawan Kecuali dalam pekerjaan, di mana kondisi pasar sangat
menguntungkan karyawan,. karyawan diperlakukan sekali pakai dan dibuang dan
dengan demikian mereka defencelessly terpojok untuk kerentanan ekstrim The
expendability karyawan, bagaimanapun, adalah dibenarkan dalam teks ‘moralitas bisnis’
di tanah posisi etika menentang expendability yang harus dikorbankan untuk
‘kebaikan yang lebih besar dalam sistem pasar bebas’ Lebih lanjut, ia
berpendapat karena karena ‘melakukan keduanya karyawan dan majikan pada
kenyataannya memiliki kekuatan ekonomi dalam pasar bebas, akan tidak etis jika.
pemerintah atau’ kerja istilah memaksakan hubungan kerja ‘serikat buruh
Ada diskusi tentang etika dalam praktik manajemen
kerja individu, isu-isu seperti kebijakan dan praktik manajemen sumber daya
manusia, peran sumber daya manusia (SDM) praktisi, penurunan dari serikat
buruh, masalah globalisasi tenaga kerja dll , dalam literatur HRM baru-baru
ini, meskipun. mereka tidak menempati tahap sentral dalam akademisi HR Hal ini
mengamati bahwa dengan penurunan serikat buruh seluruh dunia, yang berpotensi
lebih rentan terhadap perilaku oportunistik dan tidak etis Hal ini dikritik
bahwa HRM telah menjadi lengan strategis pemegang saham mencari keuntungan
melalui pembuatan pekerja menjadi ‘budak bersedia’.
Sebuah artikel poin juga dikutip bahwa ada ‘lembut’
dan ‘keras’ versi HRMS, dimana dalam pendekatan-lunak menganggap karyawan
sebagai sumber energi kreatif dan peserta kerja pengambilan keputusan dan versi
keras lebih eksplisit fokus pada rasionalitas organisasi, kontrol, dan
profitabilitas. Sebagai tanggapan, ia berpendapat bahwa stereotip HRM keras dan
lunak keduanya bertentangan dengan etika karena mereka alat untuk menghadiri
terhadap motif keuntungan tanpa memberikan pertimbangan yang cukup untuk
masalah moral yang relevan lainnya seperti keadilan sosial dan kesejahteraan
manusia. Namun, ada penelitian menunjukkan, keberhasilan yang berkelanjutan
jangka panjang organisasi dapat dipastikan hanya dengan tenaga kerja puas
diperlakukan secara manusiawi.
Pasar, jelas, bukan institusi inheren etis yang dapat
dipimpin oleh ‘invisible hand’ yang mitos saja, tidak, dapat menyinggung pasar
yang secara inheren tidak etis Selain itu, etika bukanlah sesuatu yang bisa
dicapai melalui pendirian. prosedur, gambar kode etik, atau pemberlakuan hukum
atau cara heteronomous lain, meskipun kebutuhan mereka bisa tetap
dipertanyakan. Namun, meskipun pasar tidak perlu menjadi penyebab bahaya moral
atau etika mungkin melayani suatu kesempatan untuk seperti bahaya. Bahaya moral
HRM akan terus meningkat begitu banyak seperti hubungan manusia dan sumber daya
yang tertanam di dalam manusia diperlakukan hanya sebagai komoditas.
isu Diskriminasi * termasuk diskriminasi atas dasar
usia (ageism), jenis kelamin, ras, agama, cacat, berat dan daya tarik. Lihat
juga: affirmative action, pelecehan seksual.
* Isu-isu yang timbul dari pandangan tradisional tentang hubungan antara
pengusaha dan karyawan, juga dikenal sebagai At-akan pekerjaan.
* Isu-isu seputar representasi karyawan dan
demokratisasi tempat kerja: serikat menyerbu, melanggar pemogokan.
* Isu mempengaruhi privasi karyawan: pengawasan tempat
kerja, pengujian obat. Lihat juga: privasi.
* Isu mempengaruhi privasi majikan: whistle-blowing.
* Masalah yang berkaitan dengan kewajaran kontrak
kerja dan keseimbangan kekuasaan antara majikan dan karyawan: hukum
ketenagakerjaan perbudakan/kuli kontrak.
* Keselamatan dan kesehatan.
Semua hal di atas juga berkaitan dengan pengangkatan
dan pemecatan karyawan. Di banyak negara maju, seorang karyawan karyawan atau
masa mendatang biasanya tidak bisa dipekerjakan atau dipecat berdasarkan ras,
usia, jenis kelamin, agama, atau tindakan diskriminatif lainnya.
Sumber:
Tentang
iklan-iklan ini